Iklan atau dalam bahasa
Indonesia formalnya pariwara adalah promosi benda seperti barang, jasa, tempat usaha, dan ide yang harus dibayar oleh sebuah sponsor. Manajemen pemasaran melihat iklan sebagai bagian dari strategi promosi secara
keseluruhan. Komponen lainnya dari promosi termasuk publisitas, hubungan masyarakat, penjualan, dan promosi penjualan
Pengertian Etika menurut PPPI
(Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia) adalah sekumpulan norma/ azas/
sistem perilaku yang dibuat oleh sekelompok tertentu yang harus dibuat oleh
sekelompok tertentu yang harus ditaati oleh individu/ kelompok individu yang
menjadi anggotanya atas dasar moralitas baik buruk atau benar salah untuk hal/
aktivitas/ budaya tertentu. Periklanan adalah proses pembuatan dan penyampaian
pesan yang dibayar dan disampaikan melalui sarana media massa yag bertujuan
menunjuk konsumen untuk melakukan tindakan membeli/ mengubah perilakunya.
ETIKA PARIWARA INDONESIA (EPI)
(Disepakati Organisasi Periklanan dan Media Massa, 2005). Berikut ini kutipan beberapa etika periklanan yang terdapat dalam kitab EPI.
(Disepakati Organisasi Periklanan dan Media Massa, 2005). Berikut ini kutipan beberapa etika periklanan yang terdapat dalam kitab EPI.
Tata Krama Isi Iklan
1. Hak Cipta: Penggunaan materi yang bukan
milik sendiri, harus atas ijin tertulis dari pemilik atau pemegang merek yang sah.
2. Bahasa: (a) Iklan harus disajikan dalam
bahasa yang bisa dipahami oleh khalayak sasarannya, dan tidak menggunakan
persandian (enkripsi) yang dapat menimbulkan penafsiran selain dari yang
dimaksudkan oleh perancang pesan iklan tersebut. (b) Tidak boleh menggunakan
kata-kata superlatif seperti “paling”, “nomor satu”, ”top”, atau kata-kata
berawalan “ter“. (c) Penggunaan kata ”100%”, ”murni”, ”asli” untuk menyatakan
sesuatu kandungan harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari
otoritas terkait atau sumber yang otentik. (d) Penggunaan kata ”halal” dalam
iklan hanya dapat dilakukan oleh produk-produk yang sudah memperoleh sertifikat
resmi dari Majelis Ulama Indonesia, atau lembaga yang berwenang.
3. Tanda Asteris (*): (a) Tanda
asteris tidak boleh digunakan untuk menyembunyikan, menyesatkan, membingungkan
atau membohongi khalayak tentang kualitas, kinerja, atau harga sebenarnya dari
produk yang diiklankan, ataupun tentang ketidaktersediaan sesuatu produk. (b)
Tanda asteris hanya boleh digunakan untuk memberi penjelasan lebih rinci atau
sumber dari sesuatu pernyataan yang bertanda tersebut.
4. Penggunaan Kata ”Satu-satunya”: Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata “satusatunya” atau yang
bermakna sama, tanpa secara khas menyebutkan dalam hal apa produk tersebut
menjadi yang satu-satunya dan hal tersebut harus dapat dibuktikan dan
dipertanggungjawabkan.
5. Pemakaian Kata “Gratis”: Kata “gratis” atau kata lain yang bermakna sama tidak boleh
dicantumkan dalam iklan, bila ternyata konsumen harus membayar biaya lain.
Biaya pengiriman yang dikenakan kepada konsumen juga harus dicantumkan dengan
jelas.
6. Pencantum Harga: Jika harga sesuatu produk dicantumkan dalam iklan, maka ia harus
ditampakkan dengan jelas, sehingga konsumen mengetahui apa yang akan
diperolehnya dengan harga tersebut.
7. Garansi: Jika suatu iklan
mencantumkan garansi atau jaminan atas mutu suatu produk, maka dasar-dasar
jaminannya harus dapat dipertanggung- jawabkan.
8. Janji Pengembalian Uang (warranty): (a) Syarat-syarat pengembalian uang tersebut harus dinyatakan
secara jelas dan lengkap, antara lain jenis kerusakan atau kekurangan yang
dijamin, dan jangka waktu berlakunya pengembalian uang. (b) Pengiklan wajib
mengembalikan uang konsumen sesuai janji yang telah diiklankannya.
9. Rasa Takut dan Takhayul: Iklan tidak boleh menimbulkan atau mempermainkan rasa takut,
maupun memanfaatkan kepercayaan orang terhadap takhayul, kecuali untuk tujuan
positif.
10. Kekerasan: Iklan tidak boleh – langsung
maupun tidak langsung -menampilkan adegan kekerasan yang merangsang atau
memberi kesan membenarkan terjadinya tindakan kekerasan.
11. Keselamatan: Iklan tidak boleh
menampilkan adegan yang mengabaikan segi-segi keselamatan, utamanya jika ia
tidak berkaitan dengan produk yang diiklankan.
12. Perlindungan Hak-hak Pribadi: Iklan tidak boleh menampilkan atau melibatkan seseorang tanpa
terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari yang bersangkutan, kecuali dalam
penampilan yang bersifat massal, atau sekadar sebagai latar, sepanjang
penampilan tersebut tidak merugikan yang bersangkutan.
13. Hiperbolisasi: Boleh dilakukan sepanjang ia semata-mata dimaksudkan sebagai
penarik perhatian atau humor yang secara sangat jelas berlebihan atau tidak
masuk akal, sehingga tidak menimbulkan salah persepsi dari khalayak yang
disasarnya.
14. Waktu Tenggang (elapse time): Iklan yang menampilkan adegan hasil atau efek dari penggunaan
produk dalam jangka waktu tertentu, harus jelas mengungkapkan memadainya
rentang waktu tersebut.
15. Penampilan Pangan: Iklan tidak boleh menampilkan penyia-nyiaan, pemborosan, atau
perlakuan yang tidak pantas lain terhadap makanan atau minuman.
16. Penampilan Uang: (a) Penampilan dan perlakuan terhadap uang dalam iklan haruslah
sesuai dengan norma-norma kepatutan, dalam pengertian tidak mengesankan
pemujaan ataupun pelecehan yang berlebihan. (b) Iklan tidak boleh menampilkan
uang sedemikian rupa sehingga merangsang orang untuk memperolehnya dengan
cara-cara yang tidak sah. (c) Iklan pada media cetak tidak boleh menampilkan
uang dalam format frontal dan skala 1:1, berwarna ataupun hitam-putih. (d)
Penampilan uang pada media visual harus disertai dengan tanda “specimen” yang
dapat terlihat Jelas.
17. Kesaksian Konsumen (testimony): (a) Pemberian kesaksian hanya dapat dilakukan atas nama
perorangan, bukan mewakili lembaga, kelompok, golongan, atau masyarakat luas.
(b) Kesaksian konsumen harus merupakan kejadian yang benar-benar dialami, tanpa
maksud untuk melebih-lebihkannya. (c) Kesaksian konsumen harus dapat dibuktikan
dengan pernyataan tertulis yang ditanda tangani oleh konsumen tersebut. (d)
Identitas dan alamat pemberi kesaksian jika diminta oleh lembaga penegak etika,
harus dapat diberikan secara lengkap. Pemberi kesaksian pun harus dapat
dihubungi pada hari dan jam kantor biasa.
18. Anjuran (endorsement): (a) Pernyataan, klaim atau janji yang diberikan harus terkait dengan
kompetensi yang dimiliki oleh penganjur. (b) Pemberian anjuran hanya dapat
dilakukan oleh individu, tidak diperbolehkan mewakili lembaga, kelompok,
golongan, atau masyarakat luas.
19. Perbandingan: (a) Perbandingan langsung dapat dilakukan, namun hanya terhadap
aspek-aspek teknis produk, dan dengan kriteria yang tepat sama. (b) Jika
perbandingan langsung menampilkan data riset, maka metodologi, sumber dan waktu
penelitiannya harus diungkapkan secara jelas. Pengggunaan data riset tersebut
harus sudah memperoleh persetujuan atau verifikasi dari organisasi
penyelenggara riset tersebut. (c) Perbandingan tak langsung harus didasarkan
pada kriteria yang tidak menyesatkan khalayak.
20. Perbandingan Harga: Hanya dapat dilakukan terhadap efisiensi dan kemanfaatan
penggunaan produk, dan harus diserta dengan penjelasan atau penalaran yang
memadai.
21. Merendahkan: Iklan tidak boleh
merendahkan produk pesaing secara langsung maupun tidak langsung.
22. Peniruan: (a) Iklan tidak boleh
dengan sengaja meniru iklan produk pesaing sedemikian rupa sehingga dapat
merendahkan produk pesaing, ataupun menyesatkan atau membingungkan khalayak.
Peniruan tersebut meliputi baik ide dasar, konsep atau alur cerita, setting,
komposisi musik maupun eksekusi. Dalam pengertian eksekusi termasuk model,
kemasan, bentuk merek, logo, judul atau subjudul, slogan, komposisi huruf dan
gambar, komposisi musik baik melodi maupun lirik, ikon atau atribut khas lain,
dan properti. (b) Iklan tidak boleh meniru ikon atau atribut khas yang telah lebih
dulu digunakan oleh sesuatu iklan produk pesaing dan masih digunakan hingga
kurun dua tahun terakhir.
23. Istilah Ilmiah dan Statistik: Iklan tidak boleh menyalahgunakan istilah-istilah ilmiah dan
statistik untuk menyesatkan khalayak, atau menciptakan kesan yang berlebihan.
24. Ketiadaan Produk: Iklan hanya boleh dimediakan jika telah ada kepastian tentang
tersedianya produk yang diiklankan tersebut.
25. Ketaktersediaan Hadiah: Iklan tidak boleh menyatakan “selama persediaan masih ada” atau
kata-kata lain yang bermakna sama.
26. Pornografi dan Pornoaksi: Iklan tidak boleh mengeksploitasi erotisme atau seksualitas
dengan cara apa pun, dan untuk tujuan atau alasan apa pun.
27. Khalayak Anak-anak: (a) Iklan yang ditujukan kepada khalayak anakanak tidak boleh
menampilkan hal-hal yang dapat mengganggu atau merusak jasmani dan rohani
mereka, memanfaatkan kemudahpercayaan, kekurangpengalaman, atau kepolosan
mereka. (b) Film iklan yang ditujukan kepada, atau tampil pada segmen waktu
siaran khalayak anakanak dan menampilkan adegan kekerasan, aktivitas seksual,
bahasa yang tidak pantas, dan atau dialog yang sulit wajib mencantumkan
kata-kata “BimbinganOrangtua” atau simbol yang bermakna sama.
Selain mengatur Tata Krama Isi Iklan EPI juga mengatur:
Tata Krama Ragam Iklan
Ex: Iklan minuman keras maupun gerainya hanya boleh disiarkan di
media nonmassa; Iklan rokok tidak boleh dimuat pada media periklanan yang
sasaran utama khalayaknya berusia di bawah 17 tahun; dll.
Tata Krama Pemeran Iklan
Ex: Iklan tidak boleh memperlihatkan anak-anak dalam adegan-adegan
yang berbahaya ; Iklan tidak boleh melecehkan, mengeksploitasi, mengobyekkan,
atau mengornamenkan perempuansehingga memberi kesan yang merendahkan kodrat,
harkat, dan martabat mereka; dll.
Tata Krama Wahana Iklan
Ex: Iklan untuk berlangganan apa pun melalui SMS harus juga
mencantumkan cara untuk berhenti berlangganan secara jelas, mudah dan cepat;
Iklan-iklan rokok dan produk khusus dewasa hanya boleh disiarkan mulai pukul
21.30 hingga pukul 05.00 waktu setempat, dll.
Contoh kasus Etika periklanan
Salah satu contoh iklan
yang tidak beretika yang mernah muncul di televisi adalah Iklan Pompa Air
SHIMIZU. Iklan pompa air Shimizu berdurasi 30 detik. Dalam iklan tersebut
sangat terlihat bahwa dalam iklan tersebut menyuguhkan sensasi erotis yang cukup
menantang. Iklan ini diawali seorang wanita yang memakai pakaian tidur dengan
belahan dada terbuka merengek kepada pasangannya. "Kalo nggak mancur terus
kapan enaknya," katanya disertai dengan mimik yang menggoda. Model seksi
yang hingga kini belum diketahui identitasnya itu kemudian pergi ke sebuah mall
Selanjutnya, wanita tersebut pergi ke mall dan ia ditawari obat kuat lelaki
oleh seorang penjual. Namun, ia justru datang ke toko pompa air, pedagang di
toko tersebut kemudian menawari pompa air merek Shimizu kepada wanita tersebut.
Puncaknya, tawar-menawar yang dibumbui kalimat yang kurang senonoh pun
mengalir, tanpa basa-basi. Menariknya lagi, sambil mempromosikan mesin pompa
air Shimizu-nya, ada pemandangan menarik pada latar belakang pengambilan gambar
itu. Ya, sebuah papan iklan lengkap dengan sepasang kekasih yang coba
mengamati. Singkatnya, usai memasang pompa air Shimizu itu, si gadis cantik itu
terlihat menari kegirangan, ditandai lekukan tubuhnya yang aduhai. Dalam bagian
terakhir iklan itu, cewek itu disirami air oleh pasangannya. Kemudian gadis
tersebut berkata,“Basah deh,” disertai dengan wajah yang menggoda.
Dari kasus diatas bahwa dapat disimpulkan jika iklan yang
disiarkan pompa air Shimizu melanggar Etika Periklanan Indonesia nomer 26 yang
berbunyi “Iklan tidak boleh mengeksploitasi erotisme
atau seksualitas dengan cara apa pun, dan untuk tujuan atau alasan apa pun.”
Saya tidak tau mengapa iklan seperti itu dapat lolos dari lembaga yang mengatur
periklanan di Indonesia dan bagaimana jika anak-anak yang melihat iklan
tersebut maka akan buruk sekali dampak yang diberikan iklan tersebut.
Sumber :
http://uwiwilliam.blogspot.co.id/2014/12/tugas-3-iklan-dalam-etika-dan-estetika.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar